Dolar AS Menguat, Rupiah Kembali Melemah ke Rp16.593 di Tengah Sentimen Global Negatif
- Team
- 1
- Posted on
Rupiah dibuka melemah ke Rp16.593 per dolar AS pada Jumat (14/10/2025), turun 0,43 persen di tengah tekanan global dan sentimen dovish The Fed. Meski begitu, analis memprediksi peluang penguatan masih terbuka.
Rupiah Melemah ke Rp16.593 per Dolar AS, Tekanan Global Masih Menyulitkan
Nilai tukar rupiah kembali dibuka melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Jumat (14/10/2025). Berdasarkan data pasar spot, rupiah berada di posisi Rp16.593 per dolar AS, melemah 12 poin atau 0,43 persen dibandingkan penutupan sebelumnya.
Pelemahan ini memperpanjang tekanan terhadap mata uang Garuda yang dalam beberapa pekan terakhir masih berada di bawah tekanan sentimen eksternal, terutama dari kebijakan moneter Amerika Serikat dan gejolak ekonomi global.
Mata Uang Asia Bergerak Bervariasi
Sejalan dengan rupiah, pergerakan mata uang Asia pada pagi ini juga menunjukkan tren campuran (mixed).
Beberapa mata uang kawasan mencatat penguatan terbatas, sementara yang lain justru terkoreksi.
* Peso Filipina naik tipis 0,05 persen,
* Yen Jepang menguat 0,08 persen,
* Dolar Singapura naik 0,07 persen,
* Won Korea Selatan melemah 0,10 persen, dan
* Baht Thailand turun 0,20 persen.
Pergerakan variatif ini mencerminkan ketidakpastian pasar keuangan Asia, terutama karena investor masih mencermati arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed) dan dinamika geopolitik global.
Mata Uang Utama Dunia Juga Terkoreksi
Tidak hanya di Asia, mata uang utama negara maju pun menunjukkan pergerakan yang bervariasi terhadap dolar AS.
* Euro hanya naik 0,01 persen,
* Franc Swiss turun 0,01 persen,
* Dolar Australia menguat 0,02 persen, dan
* Dolar Kanada naik 0,01 persen.
Kondisi ini menandakan bahwa dolar AS sedang berada dalam fase penyesuaian setelah sempat menguat tajam pada pekan lalu. Pasar global kini mulai mengantisipasi potensi perubahan arah kebijakan moneter Amerika Serikat yang semakin dovish.
Analis: Sentimen The Fed Dovish Bisa Jadi Angin Segar
Menurut analis Doo Financial Futures, pelemahan rupiah hari ini tidak sepenuhnya negatif.
Mereka menilai, potensi penguatan rupiah masih terbuka dalam jangka pendek, terutama jika tekanan terhadap dolar AS berlanjut.
“Meski melemah, rupiah masih berpeluang menguat terhadap dolar AS yang mulai tertekan oleh pernyataan beberapa pejabat The Fed yang bernada dovish,” ujar analis Doo Financial Futures dalam laporannya.
Nada dovish yang dimaksud adalah indikasi bahwa The Fed kemungkinan menahan atau bahkan menurunkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan. Langkah ini bisa mengurangi tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Selain itu, sentimen negatif terhadap dolar AS juga datang dari kekhawatiran shutdown pemerintahan AS dan meningkatnya tensi perdagangan dengan Tiongkok, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global.
Pergerakan Rupiah Hari Ini Diperkirakan Terbatas
Analis memproyeksikan bahwa pergerakan rupiah pada perdagangan Jumat ini akan berada di kisaran Rp16.500 – Rp16.650 per dolar AS.
Rentang tersebut menunjukkan pasar masih berhati-hati menghadapi berbagai data ekonomi dan ketidakpastian global yang tinggi.
“Rupiah masih akan bergerak fluktuatif, tapi peluang penguatan tetap ada jika tekanan dolar AS berlanjut,” tambah analis tersebut.
Selain faktor eksternal, pasokan valas domestik dan intervensi Bank Indonesia (BI) di pasar valas juga menjadi kunci stabilitas rupiah dalam jangka pendek.
Faktor-Faktor yang Menekan Rupiah
Beberapa faktor eksternal dan internal yang memengaruhi pergerakan rupiah antara lain:
-
Kebijakan Moneter The Fed
Isyarat bahwa The Fed mulai melunak memberi sinyal positif bagi pasar emerging market, tetapi investor masih menunggu kepastian dari data inflasi dan tenaga kerja AS. -
Kondisi Ekonomi Global
Perlambatan ekonomi di Tiongkok dan Eropa menekan prospek ekspor Indonesia, sehingga memengaruhi arus modal masuk dan nilai tukar rupiah. -
Ketidakpastian Geopolitik
Ketegangan antara AS dan Tiongkok, serta risiko konflik di beberapa wilayah, menimbulkan kekhawatiran investor terhadap aset berisiko. -
Kinerja Ekonomi Domestik
Data ekonomi Indonesia yang masih solid, seperti neraca perdagangan dan inflasi yang terjaga, menjadi penopang fundamental rupiah di tengah tekanan eksternal.
Dolar AS Mulai Kehilangan Momentum
Sementara itu, dolar AS yang selama ini menjadi penguasa di pasar global mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan.
Data terbaru menunjukkan bahwa permintaan terhadap aset dolar mulai berkurang seiring ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada paruh pertama 2026.
Pasar juga bereaksi terhadap kemungkinan shutdown pemerintahan AS, yang dapat menghambat belanja publik dan menekan pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam.
Jika kondisi ini berlanjut, investor berpotensi mengalihkan portofolionya ke aset lain seperti emas, yen Jepang, atau mata uang Asia yang undervalued.
Outlook: Peluang Rupiah Menguat Masih Terbuka
Meski saat ini rupiah tertekan, banyak analis menilai peluang penguatan rupiah masih terbuka lebar.
Jika tekanan eksternal mereda dan dolar AS terus melemah, rupiah berpotensi kembali menembus level Rp16.500 per dolar AS dalam waktu dekat.
Langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan Bank Indonesia, seperti intervensi valas dan penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), juga berperan penting menjaga volatilitas.
Selain itu, aliran modal asing yang masuk ke pasar obligasi domestik dapat memperkuat posisi rupiah secara bertahap.
Rupiah Masih Tangguh di Tengah Tekanan Global
Kendati dibuka melemah ke Rp16.593 per dolar AS, rupiah masih menunjukkan ketahanan fundamental yang kuat di tengah tekanan global.
Dengan nada dovish The Fed dan melemahnya dolar AS, ruang penguatan bagi rupiah tetap terbuka — meski volatilitas jangka pendek tidak dapat dihindari.
Pasar kini menanti arah kebijakan lebih lanjut dari The Fed dan langkah antisipatif dari Bank Indonesia.
Jika stabilitas global membaik, rupiah berpeluang kembali menguat dan menutup minggu ini di zona positif.

One thought on “Dolar AS Menguat, Rupiah Kembali Melemah ke Rp16.593 di Tengah Sentimen Global Negatif”